Kualitas Mahasiswa UAD yang Substantif
antara Cita-cita dan Realita
Oleh : Erizal (Ketua Korkom IMM UAD)
Q.S An Nisa’ : 9
Ketika berbicara Mahasiswa maka kita berbicara Pendidikan dan penerus perjuangan peradaban umat manusia, bangsa, dan agama. Pendidikan di tingkat mahasiswa tentu sangat berbeda dengan pendidikan di tingkat siswa – TK, SD, SMP, SMA -, mulai dari arahan, metode dan landasan kemerdekaan berpikir, dan pertimbangan ini harus mencakupi satu sama lainnya.
Seterusnya mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan untuk periode ini akan merecrut lebih kurang 3.000 mahasiswa baru (MABA), dari sekian banyaknya MABA yang di recrut oleh UAD tentunya secara kuantitas jika itu memadai Insya Allah Bangsa dan Agama ini tidak akan pernah putus penerus perjuangan ditambah lagi UAD mempunyai slogan “Moral and Intelektual Integrity” dan diharapkan slogan itu tertanam di diri setiap mahasiswa, serta tidak hanya sebatas slogan dan bahkan muncul di kalangan mahasiswa bahwa “saya kuliah trus kerja" saja, akan tetapi perlu muncul mahasiswa yang merdeka secara pemikiran.
Sekali lagi UAD saat ini harus memperhitungkan secara mendalam terkait MABA yang berjumlah 3.000 orang tersebut, karena 3 tahun belakangan ini belum terlihat kemajuan yang substantif - sebagaimana yang di katakan Prof. Syafi’i Ma’arif “Kemerdekaan Berfikir” - dan berani bermimpi setinggi – tingginya, dua hal tersebut harus dimiliki oleh mahasiswa. Ditambah lagi dengan kondisi keorganisasian mahasiswa putus generasi, dapat diamati dimana pada saat ini tidak banyaknya Mahasiswa yang perhatian terhadap Keorganisasian Mahasiswa, padahal di Organisasi Mahasiswa inilah tempat mereka akan melatih diri baik pola pikirnya terhadap hidup, masyarakat dan bangsa ini serta berani memilih bagaimana memperbaiki Bangsa dan Umat ini.
Sejak awal berdirinya Muhammadiyah 1912 yang lalu K.H. Ahmad Dahlan pendiri organisasi Muhammadiyah yang selanjutnya nama pendiri Muhammadiyah ini di ambil sebagai nama sebuah Universitas ini (UAD) sudah mencanangkan betapa pentingnya pendidikan bagi umat dan bangsa ini, sedikit banyaknya kata Prof.DR.H Syafi’i Ma’arif dalam kata pengantar buku (Reformasi Pendidikan Muhammadiyah Suatu Keniscayaan, editor; Said Tuhuleley) sebagian tokoh Indonesia seperti Ir. Soekarno, Jend. Sudirman, Jend. Sabirin, Soeharto dan Amien Rais pernah merasakan Pendidikan Muhammadiyah. Dan yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah sanggupkah UAD memunculkan kembali tokoh-tokoh yang sebagaimana pernah di didik oleh K.H Ahmad Dahlan ini.
Terkait dengan “Kemerdekaan Berfikir” di UAD belum sepenuhnya mendukung, karena UAD hanya sebatas menilai secara kuantitas sampai saat ini dan belum terlihat ada upaya bagaimana mahasiswa di ajarkan untuk “merdeka”, walaupun pihak rektorat mengatakan bahwa “kami sudah berupaya dan memberikan fasilitas”, nah berkenaan dengan fasilitas, saya melihat ibarat beli gorengan seharusnya Rp. 1.000 mendapatkan 2 buah gorengan akan tetapi karena keangkuhan dan ketidak mengertian kebutuhan mahasiswa hal itu malah sebaliknya uang yang Rp. 1.000 tidak memperoleh 2 buah gorengan malah 1 atau bahkan ½ dari gorengan itu, beginilah kondisinya. Dengan demikian dapat difahami bahwa mahasiswa sudah memenuhi kewajibannya untuk membayar, namun belum menerima haknya selaku mahasiswa yakni menikmati kewajibanya itu.
Kalau kita berbicara terkait mahalnya biaya di UAD, dari tahun ke tahun itu selalu meningkat. Saya sangat bingung untuk apa lagi biaya itu di tingkatkan padahal dari 3 tahun yang lalu sampai sekarang tidak ada perubahan yang substantif, kalau memang UAD ingin memajukan Perguruan Tinggi Muhammadiyah ini (UAD) maka jangan di lihat secara fisik namun harus substantif yakni kualitas “Kebebasan Berfikir Mahasiswa UAD ” dan harus menghargai pengalaman keilmuan mahasiswa tersebut, serta dosen jangan hanya menganggap ia yang paling benar. Kemudian disinilah peran penting dosen untuk meningkatkan kualitas peserta didik dimana dosen tidak hanya berorientasi memenuhi quota 14 kali pertemuan, namun yang sangat penting adalah orientasi apa yang disampaikan, karena saat ini mata kuliah yang dipelajari itu tidak mempunyai dampak yang signifikan atau substantif terhadap mahasiswa, dan ini menjadi tanggung jawab bersama untuk memformulasikan secara bersama – sama (Dosen, pejabat kampus dan mahasiswa itu sendiri)
Allah telah menegaskan bahwa kualitas itulah yang terpenting, karena generasi penerus – mahasiswa – tersebut perlu di bekali dan merekalah yang akan melanjutkan estafet perjuangan bangsa ini atau sering kita dengar “pengisi kemerdekaan”, walaupun memang kemerdekaan Indonesia hanya bersifat simbolis dan administratif saja dan kemerdekaan itu belum ada yang ada adalah penjajahan gaya baru (with love and mind). Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa’ : 9
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang – orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraannya)......”
Dari ayat itu yang menjadi nilai substantif adalah kesejahteraan atau kemakmuran generasi penerus, kalau di kaitkan ke dunia pendidikan maka yang di maksud adalah proses yang harus dilakukan oleh lembaga pendidikan itu adalah proses untuk membentuk mahasiswa yang merdeka atau berani memilih mau berperan seperti apa di bumi Allah ini.
Dari beberapa pemahaman yang saya sampaikan dapat kita pahami bahwa banyak sedikit mahasiswa itu tidak menjadi masalah yang menjadi wajib hukumnya adalah kualitas peserta didik dan kualitas peserta didik tidak akan tergantung dengan bagus-tidaknya, baik-buruknya, dan atau canggih tidaknya fasilitas yang disediakan. Namun yang terpenting adalah keikhlasan Dosen, Karyawan dan pejabat kampus untuk mendidik peserta didiknya menjadi manusia yang merdeka. Semua yang saya paparkan bukanlah bermaksud menjatuhkan atau seperti apa, yang pasti adalah UAD adalah milik kita bersama dan mari kita memejukannya secara bersama-sama. Wassalamu’alaikum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar